BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat di dunia memiliki kebudayaan, antara masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kebudayaan hanya ada dan berkembang pada masyarakat, tanpa eksistensi dari masyarakat tidak akan ada kebudayaan. Masyarakat tanpa kebudayaan akan merupakan manusia yang hidup tanpa aturan. Masyarakat merupakan sumber sekaligus pendukung budaya termasuk menciptakan, memperkuat, menyempurnakan, meneruskan dari generasi ke generasi bahkan melestarikan kebudayaan tersebut. (Sumardjan, 1986 :15) mengibaratkan hubungan antara masyarakat dan kebudayaan sebagai hubungan antara badan dan jiwa manusia. Masyarakat adalah badannya dan kebudayaan adalah jiwanya. Dari apa yang dituturkan oleh Sumardjan tersebut menunjukkan betapa eratnya hubungan antara masyarakat dan kebudayaan.
Bagian yang paling penting di dalam kebudayaan yaitu Tradisi yang berarti suatu nilai kepercayaan atau kebiasaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dari pengertian tersebut bila dikaji lebih mendalam maka tradisi merupakan cermin dari wujud kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000 :7). Tradisi sebagai suatu kompleks dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan serta kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Dengan demikian akan dapat dikatakan tradisi merupakan wujud dari kebudayaan. Tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental yang memiliki pengaruh kuat dalam sistem mereka untuk menilai apa yang benar atau salah, baik, buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Tradisi mengekspresikan suatu budaya, memberi anggota-anggotanya suatu rasa memiliki dan keunikan. Namun yang menjadi permasalahan adalah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai atau budaya-budaya lama yang semula menjadi acuan masyarakat menjadi goyah akibat masuknya nilai-nilai budaya baru dari luar. Orang cenderung bertindak rasional dan sepraktis mungkin, akibatnya nilai-nilai budaya lama yang terkandung dalam pranata sosial milik masyarakat yang semula tradisional menjadi pudar dan rusak (Roshayati, dkk. 1995 :17). Salah satu kebudayaan dan tradisi yang sekarang sulit ditemukan khususnya di Lombok Tengah adalah Tradisi Ngaji Kayat.
Ngaji Kayat berasal dari kata Hikayat yaitu salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang (Abdullah, 1988: 17).
Pemakaian istilah Hikayat dalam sastra Arab ialah adanya pembawaan cerita untuk menambah daya tarik dalam kepentingan peragaan laku peniruan. Lama kelamaan, hanya kata-kata sajalah lagi yang tinggal, dan dibawakan secara berirama, lebih-lebih setelah cerita itu diturunkan ke dalam bentuk tulisan oleh pengarangnya yang khusus ditujukan untuk dibawakan oleh Hakiya (Imitator). Biasanya cerita yang dibawakan ini dipungut dari legenda, tetapi setelah mendapat pengaruh pandangan Aristoteles, seni sebagai tiruan kehidupan, maka dalam abad ke -11 mulai terdapat karangan yang melukiskan tiruan kehidupan nyata pada masa itu.
Dalam banyak hal, pemakaian istilah hikayat dalam sastra melayu menunjuk pada pengertian yang dikemukakan (Abdullah, 1988: 16) dengan mengecualikan syair, silsilah, sejarah, kitab, dan cerita yang dibawakan oleh tukang cerita. Pelaksanaan Ngaji Kayat adalah suatu seni sastra membaca syair atau tembang dimana syair atau tembang ini berisi atau menceritakan tentang hikayat atau kisah-kisah kehidupan teladan para Nabi-nabi dan Rasul yang nantinya dapat diteladani oleh umat manusia.
Pelaksanaan Ngaji Kayat ini juga dapat dikatakan sebagai suatu seni sastra religi dan keagamaan. Hal ini dapat dilihat dari pengertian seni menurut (Dawson, 2000: 104) yaitu merupakan salah satu elemen aktif-kreatif-dinamis yang mempunyai pengaruh langsung atas pembentukan kepribadian suatu masyarakat. Seni merupakan salah satu unsur spitradisi kebudayaan. Sebagai unsur spitradisi seni merupakan suatu energi pendorong perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, sedangkan menurut (Nurgiyantoro, 2007: 326) kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Hal inilah yang menghubungkan antara Ngaji Kayat dengan seni sastra islam karena inti dari Ngaji Kayat ini adalah terletak pada bacaan kitab yang dibacakan dengan cara berlogat nembang atau bersyair.
Pelaksanaan Ngaji Kayat ini biasanya sebagai penyelamat bagi perjalanan orang yang sudah meninggal dunia didalam menuju surga atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sasak dengan sebutan Belayaran. Belayaran yaitu suatu istilah orang Sasak dimana si almarhum atau almarhumah diibaratkan sebagai seorang pelaut dimana dia akan berlayar hingga sampai ke alam yang abadi nan indah, yang kita sebut surga. Belayaran ini dilakukan memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang. Selain itu Tradisi Ngaji Kayat ini dilakukan setiap memperingati hari besar keagamaan seperti Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan juga Isra’Miraj. Tradisi Ngaji Kayat ini diyakini oleh masyarakat sasak sebagai penyelamat di Dunia maupun di Akhirat. Adapun kitab yang digunakan dalam Ngaji Kayat ini bukanlah kitab suci Al-Qur’an. Ada dua kitab yang digunakan dalam Tradisi Ngaji Kayat ini yaitu (1) Kitab Qisasul Anbiya dan (2) Kitab Nur Muhammad. Kedua kitab ini bertuliskan huruf arab layaknya tulisan pada kitab suci Al-Qur’an namun yang membedakannya dengan kitab Al-Qur’an adalah kitab yang diperuntukkan Ngaji Kayat ini tidak Bersyakal (Tidak berbaris atau tanpa tanda baca) atau yang lebih dikenal dengan huruf ”Gundul”.
Kitab Qisasul Anbiya berisi tentang kisah hidup dan perjalanan para Nabi, mulai dari Nabi Adam AS sampai Nabi Isa AS. sedangkan kitab Nur Muhammad berisi tentang kisah hidup Nabi Muhammad SAW dari lahir hingga meninggal yang nantinya akan selalu diteladani oleh para umatnya. Pembacaan kitab ini nantinya tergantung dari permintaan orang yang punya hajatan atau acara, misalnya Ngaji Kayat diperuntukkan bagi orang yang meninggal maka nantinya akan dibacakan Kitab Qispul Goibiyah’ bagian Nabi Nuh yang pergi berlayar dengan perahu atau Ngaji Kayat diperuntukkan pada acara Isra’Miraj atau peringatan Maulid Nabi Muhammad maka kitab yang dibacakan yaitu kitab Nur Muhammad.
Penyajian Ngaji Kayat ini dilakukan secara berkelompok, terdiri dari tiga orang dengan tugas masing-masing. Ada yang sebagai pembaca (Orang yang membaca kitab), Nyaruf (orang yamg menyambut bacaan kitab) dan ada yang sebagai penerjemah arti dari tulisan-tulisan yang sudah dibacakan tadi ke dalam Bahasa Sasak yang dikenal dengan nama Pelogat. Cara pembacaan kitab tersebut adalah: Pertama, Pembaca kitab membaca satu kalimat didalam kitab tersebut, selanjutkan yang kedua bacaan kalimat tadi disambut dan diulangi lagi pembacaannya oleh orang yang bertugas menyambut bacaan kitab kemudian yang ketiga orang yang bertugas menterjemahkan langsung mengartikan bacaan kitab tersebut ke dalam Bahasa Sasak, selanjutnya dilakukan hingga semua bacaan dikitab habis terbaca.
Bentuk penyajian Ngaji Kayat ini yaitu dimulai dengan pembacaan zikir dan doa, kemudian membaca sholawat (puji-pujian kepada Nabi atau Rasul), yang ketiga membaca surat Al-Fatihah kemudian pembaca hikayat menjelaskan tentang isi singkat cerita yang disebut rauhul. Dan pembaca hikayat langsung mulai membaca kayat, dan diakhiri dengan zikir serta membaca doa keselamatan bagi seluruh umat manusia.
Masyarakat Sasak dapat dikatakan masyarakat yang kereatif dan berjiwa seni tinggi (estetik) karna mampu melahirkan sebuah tradsi layaknya masyarakat lain di bumi nusantara ini. tradisi yang dilahirkkan oleh masyarakat Suku Sasak berupa Tadisi Ngaji Kayat. Budaya dan karya sastra yang kita kenal sekarang merupakan hasil penciptaan masyarakat terdahulu.
Tradisi Ngaji Kayat yang dimaksud adalah tradisi yang kita kenal dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Sasak. Salah satu kebudayaan dan seni masyarakat Sasak yang banyak belum diketahui masyarakat Sasak itu sendiri khususnya yaitu Tadisi Ngaji Kayat yang ada di Lombok Tengah. Tradisi Ngaji Kayat yang sejauh ini masih jarang penelitian yang mengkaji tentang Tradisi Ngaji Kayat. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk meneliti dan mengkaji Tradisi Ngaji Kayat. Terutama Tradisi Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah, dilihat dari sejarah perkembangan bentuk, fungsi dan makna. Semoga dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti mampu menemukan hal-hal yang baru dalam penelitian ini dari penelitian Tradisi Ngaji Kayat terdahulu di masyarakat Sasak Lombok Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
1. Bagaimanakah sejarah perkembangan tradisi Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah?
2. Bagaimanakah bentuk penyajian Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah?
3. Bagaimanakah fungsi dan makna Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut
1. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejarah perkembangan tradisi Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah.
2. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bentuk penyajian tradisi Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah.
3. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui fungsi dan makna Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec. Jonggat Lombok Tengah.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian khususnya di bidang kebudayaan yang ada di masyarakat sasak dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan budaya di Indonesia, khususnya di Dusun Embung Duduk.
2. Manfaat Praktis
Dari informasi yang diperoleh oleh peneliti, diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat di Dusun Embung Duduk, untuk melestarikannya serta tidak terpengaruh dengan arus perkembangan zaman.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang tradisi Ngaji Kayat dan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian yang lebih lanjut tentang tradisi Ngaji Kayat yang ada di pulau Lombok.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
Bagian yang paling penting di dalam kebudayaan yaitu Tradisi yang berarti suatu nilai kepercayaan atau kebiasaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya dari pengertian tersebut bila dikaji lebih mendalam maka tradisi merupakan cermin dari wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan serta kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Hikayat dalam Bahasa Sasak dikenal dengan istilah Ngaji Kayat yang disertai dengan lagu Sasak/Kayat yang membutuhkan juga penterjemah dan pendukung. Dalam pelaksanaannya Hikayat selalu disertai dengan pembacaan dalam bentuk syair. Syair dalam Bahasa Sasak diistilahkan dngan sebutan ”Saer”. Jadi dapat dinyatakan bahwa seni kesusasteraan hikayat yang disebut Ngaji Kayat inilah yang dikembangkan dan disebarluaskan oleh Masyarakat Sasak yang ada di pulau Lombok.
Karena penelitian ini untuk mengetahui bentuk penyajian, fungsi dan makna Ngaji Kayat. Ada beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teori-teori itu adalah Teori Bentuk dan Teori Resepsi.
Bentuk (form) adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis Kridalaksana (2008: 32). Sementara itu, Satu gramatikal itu bisa berupa morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat (Ramlan, 1983: 22). Jadi, konsep bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mencakup aspek struktur bahasa dari wacana, yang membentuk suatu tuturan yang utuh dalam satu tindak bicara.
Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Yang menjadi perhatian utama dalam teori resepsi adalah pembaca karya sastra di antara jalinan segitiga pengarang, karya sastra, dan masyarakat pembaca. Pembaca mempunyai peranan aktif bahkan mempunyai kekuatan pembentuk sejarah (Jauss, 1983: 13).
2.2 Pengertian Ngaji Kayat
Perkembangan sastra melayu sesudah kedatangan Islam ditandai dengan pengunaan huruf Arab yang kemudian disebut tulisan Jawi atau Huruf Jawi. Menurut Sulastin Sutrisno (dalam http: Melayu Online.com, 11 April 2009) awal sejarah sastra tulis melayu di nusantara bisa dirunut sejak abad ke-7 sebelum masehi. Berdasarkan penemuan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijaya di kedudukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686 M) dan Karang Berahi (686 M).
Masyarakat Sasak yang disebut “Tau Lime” (waktu lima) yang disebarkan oleh para muballiq yang datang dari pulau Sumatera bagian selatan terutama dari Palembang, oleh Van deer menyatakan bahwa disebut ”Waktu Lima” karena ada penduduk yang takluk dan kemudian memeluk agama Islam. Penduduk ’Waktu Lima” inilah yang diajarkan membaca, menulis terutama huruf yang lebih dikenal dengan sebutan Huruf Jawi ( kutipan Naskah Lama, 1991: 8). Pada awalnya oleh para muballiq memperkenalkan Huruf Jawi (Arab Melayu) yang menggunakan ”Baris” (Tanda baca di atas/di bawah), kemudian diajarkan Huruf Jawi (Arab Melayu) tanpa ”Baris”, yang dkenal dengan “Huruf Gundul“ (Jaluluddin, 2004: 2).
Untuk lebih memantapkan ajaran Islam, kelompok Islam ”Waktu Lima” dimana dibiasakan menbaca kitab Melayu yang disesuaikan dengan kitab Hikayat dan syair Melayu. Kemampuan kelompok masyarakat Sasak ”Waktu Lima” apabila sudah dapat membaca dan menulis Huruf Jawi (Arab Melayu) berarti sudah dianggap seni. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Koenjaraningrat yang menyatakan bahwa seni adalah ciptaan dari segala pikiran dan prilaku yang fungsional,estetis dan indah sehingga dapat dinikmati oleh pancaindera termasuk oleh kesusasteraan (Koentjaraningrat, 1989: 19). Apa yang telah dikemukakan oleh Koentrajaraningrat terkait dengan masyarakat Sasak Lombok menunjukkan bahwa masyarakat Islam ”Waktu Lima” sudah dianggap mampu dalam seni kesusasteraan membaca dan menulis huruf Jawi (Arab Melayu) yang menggunakan huruf gundul/tanpa tanda baca, sebagai suatu ungkapan atas pemikiran dan perilaku atau tindakan yang dijalankan. Dengan kemampuan dan semakin mantapnya pembacaan, penulisan Huruf Jawi (Arab Melayu), masyarakat ”Waktu Lima” semakin mencintai seni yang bernuansa Islam sebagai hasil perkembangan dakwah, baik dari Mubaliq Melayu Palembang maupun yang datang dari negeri Arab dalam hal ini seni mambaca hikayat yang pada akhirnya dijadikan sebagai tradisi.
Hikayat dalam Bahasa Sasak dikenal dengan istilah Ngaji Kayat yang disertai dengan lagu Sasak (Kayat) yang membutuhkan juga penterjemah dan pendukung. Dalam pelaksanaannya Hikayat selalu disertai dengan pembacaan dalam bentuk syair. Syair dalam Bahasa Sasak diistilahkan dngan sebutan “Saer”. Jadi dapat dinyatakan bahwa seni kesusasteraan hikayat yang disebut Ngaji Kayat inilah yang dikembangkan dan disebarluaskan oleh Masyarakat Sasak yang ada di pulau Lombok.
Jadi dari tinjauan di atas, menunjukkan bahwa kepercayaan atau keyakinan akan adanya seni yang bernafaskan Islam dalam hal ini Ngaji Kayat pada masyarakat Sasak ”Waktu Lima” masa kini yang berkembang pada masyarakat Islam Sasak Lombok akan terus dijalankan dan dianggap masih menyimpan nilai kerohanian yang akan diterapkan sebagai kegiatan yang erat sekali dengan upacara adat dan keagamaan yang dalam kesusasteraan lama Indonesia disebut Hikayat.
Pelaksanaan seni Ngaji Kayat tidak dilaksanakan setiap hari atau malam tetapi pada peristiwa-peristiwa tertentu,yang menyatakan bahwa Ngaji Kayat itu merupakan peristiwa yang sakral bagi masyarakat Islam Sasak Lombok karena di dalamnya terkandung syiar-syiar Islam yang patut untuk ditradisikan dan dipertahankan untuk generasi yang akan datang sehingga tidak punah oleh masuknya seni modern atau yang bernuansa kebarat-kebaratan pada saat ini. Ngaji Kayat adalah suatu kegiatan seni dalam hal ini membaca hikayat yang isinya cerita, peristiwa, kejadian, kisah, sejarah dari para nabi dan rasul Allah SWT sabagai salah satu cara untuk mengenang apa yang sudah dialami oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT pada zaman dahulu dengan menggunakan Bahasa Sasak yang diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. Seni Ngaji Kayat ini tidak terlepas dari syair karena membaca kayat harus diikuti nyair atau saer artinya harus ada lagu-lagunya atau nada-nada tertentu untuk menunjukkan cirri khas dari pembacaan kayat tersebut. Jadi saer itu sebagai nada-nada dalam melantunkannya. Pembacaan kayat seperti yang disebutkan di atas yaitu membaca kitab-kitab hikayat dengan kitab berbeda-beda sesuai peristiwa yang dialami oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT.
Pembacaan kayat ini sebagian besar biasanya dilakukan di rumah, walaupun ada juga yang melaksanakan di masjid, hal ini disesuaikan dengan keinginan dari masyarakat setempat. Pembacaan kayat ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan jumlah pembacanya bervariasi bisa jumlahnya 4 orang, 3 orang ataupun 2 orang baik sebagai pembaca maupun sebagai penerjemah. Hal ini dilakukan karena di masing-masing tempat masih dilaksanakannya seni Ngaji Kayat ini,. Menuntut kepada masyarakat harus dilakukan secara berkelompok untuk menunjukkan bahwa mereka tidak hidup sendiri tetapi secara berkelompok untuk menunjukkan bahwa mereka tidak hidup sendiri tetapi secara berkelompok. Pembacaan kayat ini biasa dilakukan pada hari-hari besar Islam, pada hari Aqiqah, upacara tujuh bulanan dan upacara peringatan sembilan hari orang meninggal (Belayaran). Alasan bahwa pada hari-hari tersebut diadakan adalah karena bisa dikatakan sebagai suatu hal yang wajar bagi masyarakat untuk menjunjung nilai-nilai budaya yang ada terutama di kalangan masyarakat Islam untuk mewujudkan syiar agama yang tercermin dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa dalam pelaksanaannya pembacaan kayat ini tidak dilakukan dengan sendiri-sendiri tetapi secara berkelompok dengan mengumpulkan masyarakat mulai dari remaja dan orang tua dengan terlebih dahulu mengadakan pemberitahuan atau dalam Bahasa Sasak dikanal dengan istilah “Pesilaq”, baik melalui pengeras suara maupun melalui informasi langsung datang ke rumah masing-masing orang. Hal ini menunjukkan bahwasanya apa yang dilakukan itu selalu dengan kebersamaan bahwasatu atau dua orang tidak bisa melakukannya tanpa ada bantuan dari yang lain.
Dalam pembacaan Ngaji Kayat bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi artinya membaca isi yang ada dalam kitabnya sesuai dengan peristiwa apa yang diperingati. Contohnya kalau peristiwa tentang Maulid Nabi, maka akan dibaca kisah tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW dan seterusnya. Selain itu juga isi kitab kayat ini tentang sejarah Al-quran, tentang Mukjizat Nabi dan Rasul, tentang kisah-kisah Nabi dan Rasul dan tentang cerita perjuangan Nabi dan Rasul. Dalam pembacaan kayat ini biasa dibutuhkan waktu bervariasi ada yang membaca selama 3-4 jam, ada yang 5 jam dan ada yang sampai 6 jam atau 7 jam yang semuanya dimulai setelah sholat Isya. Sebagai alasan pembacaan kayat ini dilakukan setelah solat Isya karena waktu sholat Isya lebih panjang bila dibandingkan dengan sholat Magrib yang waktunya begitu pendek selain itu juga bisa dilakukan lebih lama sampai dengan mendekati sholat Subuh. Selain itu juga pada malam hari dipercaya agar yang membaca dan mendengarkan pembacaan kayat ini hatinya bisa lebih tenang sehingga terbuka hidayah bagi setiap orang agar segera bertobat dan memohon ampuh kepada Sang Pencipta.
Ngaji Kayat ini dalam pelaksanaannya sebagai kegiatan yang masih dianggap sebagai pemupuk dan pemersatu dalam masyarakat. Hal ini diungkapkan bahwa Ngaji Kayat adalah (1) Membaca Hikayat (kayat) yang berisi sejarah atau kisah-kisah orang-orang terdahulu dengan menggunakan Bahasa Melayu yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Sasak (2) Kayat itu tentang hiburan pelipur lara dan pembangkit semangat juang, isi dari kisah-kisah, tembang/lagu yang menggunakan Bahasa Sasak yang diartikan ke dalam Bahasa Indonesia dan (3) Pembacaan kitab yang di dalamnya tulisannya menggunakan huruf gundul yang isinya tentang Nabi dan Rasul. Pelaksanaannya dianggap sebagai kegiatan pemupuk dan pemersatu dalam masyarakat karena dalam membacanya tidak secara individu tetapi dilakukan secara berkelompok yang dimaknakan bahwa setiap individu tidak bisa bekerja sendiri tanpa ada dukungan dari yang lain, begitu juga dalam pembacaan kayat ini dibaca terlebih dahulu oleh satu orang tetapi disambut oleh yang lainnya agar lebih menunjukkan keindahan dalam konteks secara berjamaah atau bersama-sama dengan jumlah mereka bervariasi baik sebagai pembaca maupun yang mengartikan ada yang 3 orang, 4 orang maupun yang 2 orang tetapi secara bergiliran, tetapi tetap dalam dalam satu kelompok yang saling mengisi satu sama lain. Adapun bentuk-bentuk penyajian dari Ngaji Kayat ini sebagai acara puncaknya adalah
1. Zikir yang disertai doa.
Sebelum kayat dibaca terlebih dahulu dengan membaca zikir dan berdoa. Isi zikir itu sebagai pembuka dan tanda untuk mendekatkan diri kepada yang maha kuasa sebagai pemberi rahmat, karena dialah satu-satunya yang patut untuk dipuja dan manusia hanya sebagai pengabdi kepadaNya. Mereka membaca tahmid, tahlil dan membaca ayat-ayat Al-quran.
2. Membaca Sholawat.
Sholawat dibaca sebagai perintah agar mencintai daripada Rasul, karena dialah satu-satunya sebagai utusan dari Allah SWT yang patut untuk disyafaat. Sholawat ini juga sebagai ungkapan untuk mencintai Rasul sebelum dibaca dari kayat.
3. Membaca Surat Al-Fatihah.
Surat Al-Fatihah adalah merupakan salah satu surat dalam Al-quran. Alasan dibaca surat Al-Fatihah terlebih dahulu sebelum baca kayat karena surat Al-Fatihah ini sebagai induk dari semua surat yang ada dalam Al-quran yang makna-maknanya melingkupi semua surat-surat dalam Al-quran.
4. Membaca Rauhul.
Rauhul ini adalah sebagai pembuka dimulai baca kayat. Rauhul ini adalah bacaan yang berisi tentang isi kisah-kisah yang semuanya menceritakan tentang Nabi-Nabi dan Rasul untuk mengingatnya kembali.
5. Mulai membaca kayat.
Setelah semua yang disebutkan diatas, barulah dimulai membaca kayat sebagai acara yang dianggap puncak dari apa yang akan dilakukan. Dalam acara pembacaan kayat ini tidak lepas dengan disediakannya makanan dan minuman yang dianggap sebagai sedekah atas apa yang sudah mereka lakukan.
2.3 Teori Bentuk
Bahasa pada hakikatnya mempunyai bentuk, fungsi, dan makna. Bentuk bahasa adalah berupa simbol bunyi ujaran, yang dalam hal ini dibatasi pada bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, sedangkan fungsi bahasa secara praktis adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Sejalan dengan itu, Kridalaksana (2008: 32) menyatakan bahwa bentuk (form) adalah penampakan atau rupa satuan bahasa, penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. Sementara itu, satu gramatikal itu bisa berupa morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat (Ramlan, 1983: 22). Jadi, konsep bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mencakup aspek wacana, yang membentuk suatu tuturan yang utuh dalam satu tindak bicara (speech act).
2.4 Teori Resepsi
Resepsi sastra merupakan sebuah konsep yang dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. (artikel-asia padmopuspito). Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan. Dalam memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yangdimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu. Hans Robert Jauss menjadi pemikir yang terkenal mengenai nasib pembaca dalam teori resepsi. Jauss dan Iser sama-sama memandang bahwa penafsiran bukan sebagai penemuan makna objektif atau makna yang tersembunyi dalam teks. Kata kunci dari konsep yang diperkenalkan Jauss adalah Rezeptionsund wirkungsästhetikatau estetika tanggapan dan efek. Menurutnya, pembacalah yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra. Pembaca dalam kondisi demikianlah yang mampu menentukan nasib dan peranannya dari segi sejarah sastra dan estetika.
Alasan Jaus tehadap teori sastra yang menjadi perhatian utama dalam teori resepsi adalah pembaca karya sastra di antara jalinan segitiga pengarang, karya sastra, dan masyarakat pembaca. Pembaca mempunyai peranan aktif bahkan mempunyai kekuatan pembentuk sejarah. Dalam pandangan (Jauss 1983: 12) suatu karya sastra dapat diterima pada suatu masa tertentu berdasarkan suatu horizon penerimaan tertentu yang diharapkan.
Metode resepsi didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa karya sastra sejak awal kemunculannya selalu mendapatkan tanggapan dari pembacanya. Apresiasi pembaca pertama terhadap suatu karya sastra akan dilanjutkan melalui tanggapan-tanggapan dari pembaca berikutnya (Jauss 1983: 14).
Teori resepsi meletakkan posisi pembaca pada sesuatu yang penting. Resepsi dapat dikatakan sebagai teori yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberikan reaksi atau tanggapan pada teks sastra tersebut. Perbedaan tanggapan antara satu pembaca dengan pembaca yang lain disebabkan karena adanya perbedaan horizon harapan dari masing-masing pembaca tersebut. Jauss mengungkapkan bahwa setiap penelitian sastra umunya harus bersifat historis, artinya penelitian resepsi sebuah karya dengan pemahaman dan penilaiannya tidak dapat diteliti lepas dari kerangka sejarahnya seperti yang terwujud dari horizon harapan setiap pembacanya.
Menurut Jauss horizon harapan setiap pembaca sastra dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (1) pengetahuan pembaca mengenai genre-genre sastra (2) pengetahuan dan pemahaman mengenai tema dan bentuk sastra yang mereka dapat melalui pengalaman membaca karya sastra (3) pengetahuan dan pemahaman terhadap pertentangan antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari atau bahasa nonsastra pada umumnya dan (4) sidang pembaca bayangan.
Kehadiran makna suatu karya sastra oleh pembaca merupakan jawaban dari persepsi pembaca yang juga menunjukkan horizon harapannya. Horizon harapan ini merupakan interaksi antara karya seni di satu pihak dan sistem interpretasi dalam masyarakat pembaca di lain pihak. Interpretasi pembaca merupakan jembatan antara karya sastra dan sejarah, dan antara pendekatan estetik dengan pendekatan historis. Dengan kata lain, penerimaan pembaca sebenarnya tidak dapat dielakkan menjadi bagian dari ciri estetik atau fungsi sosialnya. Kehidupan historis karya sastra tidak mungkin ada tanpa partisipasi aktif pembaca. Horizon harapan pembaca mengubah penerimaan sederhana menjadi pemahaman kritis, dari penerimaan pasif menjadi aktif, dari norma estetik yang dimilikinya menjadi produksi baru yang mendominasi.
Koherensi karya sastra sebagai sebuah peristiwa terutama dijembatani oleh horizon-horizon harapan pengalaman kesastraan dan horizon harapan pembaca, kritikus dan pengarang (Jauss 1983: 21). Harapan tidak hanya berhubungan dengan aspek sastra dan estetika, melainkan juga menyangkut aspek lain yaitu (1) Hakikat yang ada disekitar pembaca, yang berhubungan dengan seks, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, dan agama (2) Sikap dan nilai yang ada pada pembaca (3) Kompetensi atau kesanggupan bahasa dan sastra pembaca (4) Pengalaman analisanya yang memungkinkannya mempertanyakan teks dan (5) Siatuasi penerimaan seorang pembaca. Konsep horizon harapan yang menjadi teori (Jauss 1983: 24) ditentukan oleh tiga faktor yaitu (1) Norma-norma umum yang keluar dari teks yang telah dibaca oleh pembaca (2) Pengetahuan dan pengalaman pembaca atau semua teks yang telah dibaca sebelumnya dan (3) Pertentangan antara fiksi dan kenyataan, misalnya kemampuan pembaca memahami teks baru baik dari harapan-harapan sastra maupun dari pengetahuan tentang kehidupan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif dengan Metode Deskriptif. Pendekatan penelitian ini dianggap tepat karena penelitian ini akan melukiskan dan menggambarkan bentuk penyajian, makna dan fungsi Ngaji Kayat. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bersifat atau memiliki karakteristik data yang dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya dengan tidak diubahnya dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan sedangkan metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian (seorang lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Arikunto, 2002: 34).
3.2 Objek dan Informan Penelitian
1. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi pembicaraan atau masalah dalam suatu penelitian (Samsuri, 2006: 443). Sedangkan menurut (Partanto 1994: 335) bahwa, objek penelitian adalah hal atau orang yang menjadi pokok pembicaraan atau sasaran. Dengan demikaian, maka objek penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat Embung Duduk yang melaksanakan Tradisi Ngaji Kayat.
2. Informan Penelitian
Dalam rangka mengkaji tentang bagaimana fungsi serta makna dari Ngaji Kayat, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dipandang mengetahui persis tentang masalah yang dikaji, seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
Penentuan informan dilakukan dengan tehnik Snowball Sampling yaitu suatu proses menyebarnya sumber penelitian secara beranting dari informan awal ke informan selanjutnya (sampai titik jenuh).
3.3 Sumber Data
Sebagaimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi dan makna Bekyat dalam masyarakat sasak di Dusun Embung Duduk. Jadi data dalam penelitian ini bersumber dari
1. Data yang bersumber dari bahan bacaan, yang mencakup buku-buku dan dokumen-dokumen mengenai masalah yang diteliti.
2. Data yang didapat langsung dari lapangan.
3. Data yang bersumber dari informan yang mengetahui persis tentang Ngaji Kayat.
4. Data yang bersumber dri objek penelitian yaitu masyarakat dusun embung duduk yang melaksakan Ngaji Kayat.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan maka peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Dokumentasi
Dokumen diambil ketika peneliti berada dalam lapangan penelitian. Peneliti mengambil dokumen foto ketika di lapangan sedang diadakan pelaksnaan Ngaji Kayat pada peringatan sembilan hari meninggalnya seseorang (nyiwaq). Dokumentasi yang didapat dalam penelitian ini adalah berupa foto-foto dan video kegiatan Ngaji Kayat di Dusun Embung duduk.
2. Wawancara
Untuk mendapat data yang valid, peneliti wawancara kepada subyek terteliti (pelaku) dan informan, dalam wawancara ini dilakukan melalui wawancara yang mendalam dalam artian wawancara dilakukan bersifat luwes, dimana pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara dan disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi serta kemampuan dari peneliti sendiri.
Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu mewawancarai informan terteliti yakni masing-masing satu orang tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat. Hal tersebut dilakukan oleh peneliti dengan cara mendatangi rumah mereka secara langsung. Setelah memperoleh data dari informan maka wawancara selanjutnya ditujukan kepada subyek terteliti. Hal tersebut dilakukan oleh peneliti dengan mendatangi rumah mereka. Dalam wawancara tersebut peneliti menerima informasi tanpa sanggahan ataupun tidak setuju dengan pendapat yang diberikan subyek, karena tujuan peneliti adalah menemukan prinsip yang obyektif.
3. Observasi
Pengumpulan data secara observasi ini peneliti melakukannya secara langsung, kerana dalam hal ini peneliti hidup dan dibesarkan dalam wilayah penelitian, sehingga secara otomatis peneliti juga mengetahui secara langsung tentang tradisi Ngaji Kayat ini.
Dengan demikian metode observasi langsung ini memiliki keabsahan data yang valid, kerana peneliti melihat dan mengamati sendiri pelaksanaan Ngaji Kayat yang dikaji. Selain melakukan pengamatan peneliti juga melakukan wawancara dengan menanyakan objek terteliti atau yang menjadi pelaku dari masalah yang diangkat. Hal ini dilakukan untuk menambah keyakinan dari data yang diperoleh peneliti.
4. Metode Rekaman
Pengumpulan data dapat juga dillakukan dengan merekam. Rekaman berarti mencetak (Partanto, 1994: 392). Jadi rekaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah merekam bentuk penyajian Ngaji Kayat pada upacara tujuh hari meningalnya seseorang (nyiwaq) yang dilakukan masyarakat Dusun Embung Duduk.
5. Metode Transkripsi
Pengumpulan data dapat juga ddilakukan dengan transkripsi. Teranskripsi berarti pengubahan (penyalinan) teks dari suatu ejaan ke ejaan lain dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan (Partanto, 1994: 489).
6. Metode Terjemahan
Terjemahan adalah sebuah bentuk yang mengacu pada pemindahan pemikiran dan ide dari satu bahasa (sumber) ke bahasa yang lain (sasaran), baik bahasa itu dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lisan. Dari pengertian teori tererjemahan yang dikemukakan diatas peneliti berusaha memperoleh terjemahan dalam bentuk tertulis maupun lisan.
3.5 Metode Analisa Data
Untuk memberikan pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan selama melakukan penelitian, maka diadakan pengolahan data tersebut yang disebut dengan analisis data. Metode analisa data yang dipakai adalah metode analisa data kualitatif, dengan proses analisanya berupa reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis penajaman, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah membatasi penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Menarik Kesimpulan.
Setelah melakukan reduksi data penyajian data analisis ketiga yang penting adalah pengambilan kesimpulan atau verifikasi data dilakukan dalam rangka membuat kesimpulan hasil penelitian yang dituangkan dalam bentuk pembahasan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian
a. Keadaan geografi
Dusun Embung Duduk merupakan salah satu Dusun dengan struktur pemerintahan formal berada di wilayah Desa Labulia Kecamatan Jonggat Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas Dusun Embung Duduk 3,360 Km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Dusun Kumbung
Sebelah Selatan : Dusun Dasan Baru
Sebelah Barat : Lendang Sembe
Sebelah Timur : Desa Ubung
Dusun Kumbung dan Dusun Lendang Senbe merupakan dusun yang berbatasan dengan Dusun Embung Duduk sebelah barat dan merupakn perbatasan antara lombok barat dengan lombok tengah. Dusun Dasan Baru adalah dusun sebelah selatan Dusun Embung Duduk serta berbatasan dengan Desa Ubung yang berada disebelah timur Dusun Embung Duduk.
b. Keadaan demografi
Melalui hasil pendataan yang dilakukan oleh staf Dusun Embung Duduk jumlah penduduk Dusun Embung Duduk secara keseluruhan adalah 1099 jiwa dengan perincian penduduk berjenis kelamin laki-laki 534 jiwa dan Kediri berjumlah 565 jiwa dengan tingkat perbedaan usia seperti yang terlihat dalam tabel berikut
Tabel 01 : Usia Penduduk
No
|
Usia
|
Jumlah
|
1
|
0-12 bulan
|
47 orang
|
2
|
1-5 tahun
|
161 orang
|
3
|
6-10 tahun
|
141 orang
|
4
|
4 11-20 tahun
|
223 orang
|
5
|
21-30 tahun
|
136 orang
|
6
|
31-50 tahun
|
257 orang
|
7
|
50-58 tahun
|
87 orang
|
8
|
Lebih dari 59
|
45 orang
|
Jumlah
|
1099 orang
| |
Sumber : Data Monografi Dusun Embung Duduk
Mengenai mata pencaharian Dusun Embung Duduk sebagian besar adalah sebagai pengerajin genteng sebanyak 267 orang, disusul sebagai pengusaha sebanyak 15 orang, petani sebanyak 11 orang dan di karnakan Dusun Embung Duduk adalah daerah industri maka pekerjaan sopir adalah yang sedikit banyak diminati di Dusun Embung Duduk dengan jumlah 19 orang. Untuk lebih jelasnya tentang mata pencaharian pencaharian penduduk desa Selagalas dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 02 : Mata Pencaharian Penduduk Dusun Embung Duduk
No
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah
|
1
|
Pengerajin Genteng
|
267 orang
|
2
|
Pedagang
|
13 orang
|
3
|
PNS
|
5 orang
|
4
|
Tukang
|
8 oang
|
5
|
Penjahit
|
2 orang
|
6
|
Pengusaha
|
15 orang
|
7
|
Sopir
|
19 orang
|
8
|
Peternak
|
6 orang
|
9
|
TNI/Polri
|
1 orang
|
10
|
Montir
|
1 orang
|
11
|
Tukang Las
|
2 orang
|
Jumlah
|
339 orang
| |
Sumber : Data Monografi Dusun Embung Duduk
Mengenai pendidikan masyarakat Dusun Embung Duduk bervariasi. Dari data yang diperoleh terdapat 208 orang yang belum sekolah, 287 orang yang pernah sekolah SD tapi tidak tamat, 65 orang tamat SD/Sederajat, tamat SLTP/Sederajat 211 orang, tamat SLTA/Sederajat 132 orang. Untuk lebih jelasnya tentang pendidikan masyarakat Dusun Embung Duduk dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 03 : Pendidikan Masyarakat Dusun Embung Duduk
No
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
1
|
Belum sekolah
|
208 orang
|
2
|
Tidak pernah sekolah
|
147 orang
|
3
|
Pernah sekolah SD tapi tidak tamat
|
65 orang
|
4
|
Tamat SD/Sederajat
|
323 orang
|
5
|
SLTP/Sederajat
|
211 orang
|
6
|
SLTA/Sederajat
|
132 orang
|
7
|
D-3
|
1 orang
|
8
|
S-1
|
12 orang
|
Jumlah
|
1099 orang
| |
Sumber : Monografi Dusun Embung Duduk
Mengenai agama Masyarakat Dusun Embung Duduk keseluruhan memeluk agama Islam. Dan penduduk dusun embung duduk terdiri dari bebrapa bahsa/logat yaitu logat meno-mene yang ada di dudun embung duduk sebanyak 1069 orang, logat meriak-meriku sebanyak 21 orang dan logat selaparang sebanyak 9 orang.
c. Keadaan sarana dan prasarana
Dusun Embung Duduk mempunyai 7 dusun. Tetapi wilayahnya berada di kawasan industri sehingga untuk memperlancar perekonomian antara masing-masing warga masyarakat sangat diperlukan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah sarana dan prasarana transportasi, ekonomi, kesehatan, keagamaan dan pendidikan.
1) Sarana dan prasarana transportasi
Dusun Embung Duduk mempunyai sarana transportasi darat berupa mobil truk yang digunakan untuk mendukung perekonomian, sedangkan prasarana transportasi Dusun Embung Duduk mempunyai jalan aspal yang dalam keadaan kurang baik dan jalan gang yang terbuat dari batako dalam keadaan baik.
2) Sarana dan prasarana ekonomi
Dusun Embung Duduk mempunyai sarana prasarana ekonomi berupa 1 unit koperasi.
3) Sarana prasarana dan kesehatan
Sarana prasarana kesehatan di Dusun Embung Duduk yaitu terdapat 1 unit posyandu.
4) Sarana dan prasarana keagamaan
Dusun embung duduk mempunyai sarana prasarana keagamaan berupa 1 unit masjid dan 2 unit mushalla.
5) Sarana dan prasarana pendidikan
Dusun Embung Duduk mempunyai sarana prasarana pendidikan berupa 1 unit Sekolah Dasar (SD) yaitu SDN Embung Duduk , dan 1 unit PAUD yang berlokasi di SD Embung Duduk.
d. Keadaan sistem sosial
Sistem Sosial dalam Masyarakat Dusun Embung Duduk yaitu terdiri dari Strata dan Bahasa dan yang ada di lingkup warga Masyarakat Dusun Embung Duduk. Strata Sosial yaitu ada bebarapa penduduk yang masih memiliki darah biru atau Bangsawan.
Adapun bahasa yang digunakan oleh Masyarakat Dusun Embung Duduk adalah Bahasa Sasak karena keseluruhan Masyarakat Dusun Embung Duduk adalah asli penduduk pulau Lombok.
e. Keadaan Pemerintahan
Dusun Embung Duduk mempunyai jumlah aparat pemerintahan yaitu terdiri dari Kepala Dusun, BPD 1 orang dan1 orang Tramtib serta Rukun Tetangga (RT) sebanyak 7 RT.
f. Keadaan sosial budaya
1) Lembaga kemasyarakatan
Dusun Embung Duduk mempunyai organisasi-oganisasi seperti organisasi Kediri sebanyak 1 unit dengan jumlah anggota sebanyak 27 orang, Karang Taruna sebanyak 1 unit, dan Majelis Taklim sebanyak 1 unit dengan jumlah anggota sebanyak 26 orang. Dusun Embung Duduk juga mempunyai beberapa perkumpulan kesenian seperti kesenian tari saman yang merupakan perkumpulan para remaja Masjid Nurul Hidayah Dusun Embung Duduk. Tari ini biasanya ditampilkan pada saat peringatan hari besar agama Islam saja.
4.1.2 Objek penelitian
Ada beberapa hal yang dapat memberikan gambaran tentang objek dan informan dalam penelitian ini. Dua hal tersebut paling tidak akan memberikan gambaran tentang tradisi Ngaji Kayat. Gambaran dari objek ini dilihat dari aspek umur dan pendidikan serta pemahaman mereka tentang agama yang dianutnya.
Dalam penelitian ini menggunakan 3 (tiga orang) objek penelitian yang telah diwawancara dalam penelitian ini, dengan tingkatan umur mereka (objek penelitian) yaitu 1 orang berumur antara 45-50 tahun, 1 orang berumur antara 50 tahun keatas dan 1 orang lagi berumurantar 28-45 tahun. Maka di lihat aspek umur, bahwa dari sejumlah objek terteliti yang diwawancarai mereka semua sudah menjalankan Ngaji Kayat, akan tetapi pemahaman mereka tentang Ngaji Kayat tidak jauh berbeda, semakin tua umur seseorang maka pemahaman mereka tentang Ngaji Kayat bisa dikatakan lebih banyak. Sedangkan mengenai tingkat pendidikan mereka (objek penelitian) tidak berpengaruh dengan pemahaman mereka mengenai Ngaji Kayat.
4.1.3 Informan penelitian
Dalam rangka mengkaji tentang Fungsi dan Makna Ngaji Kayat, pengembilan informan dilakukan dengan cara memilih siapa saja yang pantas untuk diwwancarai yakni orang-orang yang dipandang paling mengetahui masalah yang dikaji, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat.
4.2 Penyajian Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari informan yang mengetahui tenteng hal yang berkaitanndengan tradisi Ngaji Kayat dalam masyarakat sasak. Informasi data yang diperoleh dari pelaksanaan Ngaji Kayat pada saat sembilan hari meninggalnya seseorang (nyiwak). Kitab yang digunakan dalam Ngaji Kayat ini adalah kitab Qispul Goibiyah.
4.2.1 Pembacaan qispul goibiyah
Berikut adalah hasil identifikasi data penelitin pelaksanaan Ngaji Kayat dan transkripsi pembacaan kitab Qispul Goibiayah dalam bentuk bahasa Melayu dan bahsa Sasak serta terjemahan dalam bentuk bahasa Indonesia.
Identifikasi data penelitin pelaksanaan Ngaji Kayat.
Rekaman : Sabtu 29 September 2012
Waktu pelaksanaan : Pukul 21:00 Wita – 24:00 Wita
Tempat : Dusun Embung Duduk, Desa Labulia, Kec.
Jonggat, Lombok Tengah
Acara : Memperingati sembilan hari meninggalnya
seseorang (nyiwaq)
Kitab yang dibaca : Qipul Goibiyah
Pelaku Ngaji Kayat : - Pemace (pembaca)
Nama : Ustad Mursid
Alamat : Embung Duduk
Umur : 43 Tahun
- Pejangge (penterjemah)
Nama : Ustad Heri
Alamat : Terong Tawah
Umur : 53 Tahun
Transkripsi pembacaan kitab Qispul Goibiayah dalam bentuk bahasa Melayu dan bahsa Sasak serta terjemahan dalam bentuk bahasa Indonesia.
01 a. Denngan nama Allah Tuhan yang amat pemurah lagi amat mengasihi.
b. Sendekman mulai tebace Bismillahirrahmanirrahim.
c. Sebelum mulai bersama-sama membaca Bismillahirrahmanirrahim.
02 a. Ada yang memegang ada yang menentang.
b. Sementare selapuk apak keluarge pade dateng, arak sak bebale lek lauk, arak sak dateng lek daye selapuk bekumpul lek dengan sak mate nike, arak kadang sak bani ngengat, kadang arak sak ndek bani nyerioak’an dengan sak sekarat nike.
c. Smentara semua keluarga datang, baik keluarga dari barat, dari selatan dan ada yang berani melihat ada pula yang tidak berani untuk melihat orang yang meninggal tersebut.
03 a. Datanglah dari hilir dan hulu mengajar bertayu-tayu.
b. Kadang arak dengan, inget-inget semeton. Lailahaillallah muhammadarrasullah. Unin tekene dengan sak sekarat nike.
c. Setiap orang yang datang memperingati sesama, selalu ingat wahai saudara. Lailahaillallah muhammadarrasullah. Disuruh untuk membaca orang yang sekarat.
04 a. Hendak menjawabnya balik bibirpun kalu.
b. Sementare dengan sak sekarat niki wah ndekn tao ucap sahadat, lisan atau elak niki wah ndekn tao ucap kalimah, wah lemes, ndekn tao inget sai-sai waktun sak sekarat niki.
c. Dan sementara oarang yang sekarat ini tidak mampu mengucap Sahadat, karena lisan kita tidak mampu lagi mengucap kalimat waktu sakit ini.
05 a. Hendak menjawabnya balik sehingga rohnya beriring.
b. Bejawab endek’n tao, berembe-rembe entan tajah, inget-inget. semeton. Assaduallaillahaillalah waashaduannamuhammadarraullah.
c. Sekedar menjawabpun ia tidak bisa, saat disuruh membaca Sahadat, “Assaduallaillahaillalah waashaduannamuhammadarraullah”.
06 a. Semua meninggalkan amal yang saleh, mengerjakan maksiat, tiada mengingat.
b. Ye kembek sewaktu sekrat ndek tao ucap sahadat, sengak ndekn wah mele begawean solah, ndekn mele ibadah jok side Allah SWT. Ye mun perlu apik-apik irup lek bawon dunia niki.
c. Mengapa tidak bisa mengucap dua kalimat Sahadat, sebab tidak pernah berbuat kebaikan, tidak beribadah kepada Allah hanya maksiat saja yang diperbuat, itulah sebab kita harus baik-baik menjalani hidup di dunia ini.
07 a. Datanglah para yang datang menyapai duduk mengaji karna dengkimu.
b. Sementare dengan bacean yasin begilir-gentik, lamun lek dengan sak sekarat.
c. Sementara orang membaca Alquran silih-berganti.
08 a. Orang tidak sadarkan dirinya panas bertiri-tiri.
b. Dengan sak lupak atau dengan sekarat niki santer sik bedak dait lapah.
c. Jadi orang yang lupa diri atau yang sakit ini sangat haus, sangat lapar.
09 a. Malikal maut datang lalu murka.
b. Ye muk’n dateng malikat maut jok de side pelunguh, yak embot nyawe, santer sik’n megah ato sili sak embot nyawe dengan sak belek dose salak.
c. Saat itulah datang malikat maut yang akan mencabut nyawa dengan semeringah, sanagat marah ketika akan mencabut nyawa orang yang besar dosa dan salahnya.
10 a. Mengambil nyawa dengan seketika itu tinggallah sekarang adek kakak-kakak.
b. Lamun wah tembot nyawe sik malikal maut, sik tebilin selapuk’an keluarge.
c. Apabila sudah dicabut nyawa oleh malaikat maut, ditinggalnya keluarga
11 a. Jika nyawa sudah melayang tinggal sekalian ada orang dan dayang.
b. Baruk’n dateng penoak masyarakat ato sak betuges mandian dengan sak mate nike.
c. Barulah datang para tokoh masyarah atau yang bertugas untuk memandikan mayat itu.
12 a. Datanglah tepian kasih sayang memandikan mayit lalu disembahyangkan.
b. Lamun wah sugul nyawe lek awak ye mun loek kebimbangan, susah dait gelisah nyawe nike mun endek gawek amal ibadah laek lek dunie.
c. Kalau sudah keluar nyawa dari badan maka penuh kebimbangan, suasah dan gelisah nyawa itu jika tidak berbuat amal ibadah didunia.
13 a. Jika nyawa sudah terbang meninggalkan dunia terlalu bimbang.
b. Seuwah temandian mayit niki, terus tebungkus, muk tetamak jok kurung batang, lek kurung batang niki selapuk keluarge demak mayit niki terus topong tejauk jok masjid, ye mun tesembangan, seuwah niki topong jok kubur.
c. Selesainya dimandikan, lalu mayat ini dibungkus kain kafan lalu dimasukkan kedalam kurung batang, dan semua keluarga menyentuh kurung batang yang kemudian dibawa ke masjid untuk disolatkan dan dibawalah kekubur.
14 a. Datanglah sekalian kakak dan anak membungkus mayit sampai lubang.
b. Sewah dateng kubur, telepas kurung batang niki, telepas mayit niki lek tanak dait teanjengan dake unin teparan, base side Allah SWT: “Minhakholaknahum wafihanuidhukum waminharuhijukum tahlatuluhro” (aku pinak kamu elek tanak, yakm tulak jok tanak dait yak’h bangkitan kamu langan tanak).
c. Sesampainya di kubur dilepaslah kurung batang itu kemudian, mayat juga dilepas di di tanah dengan diberdirikannya atau diberi pentanggah, Allah SWT berfirman: “Minhakholaknahum wafihanuidhukum waminharuhijukum tahlatuluhro” (Aku membuatmu dari tanah maka kembali ketanah, dan Aku bangkitkan kamu dari tanah).
15 a. Yang pertama dengan papannya yaitu seperti orang disimpan.
b. Sewah tanjengan dake niki, terus’n tetalet, ye tan nguburan dengan mate.
c. Setelah didirikan penyanggah kemudian ditimbun seperti disimpan begitulah cara menguburkan mayat.
16 a. Ditutup lubang tanah ini.
b. Sewah tetalet mun tebeng tandok lekan tereng, biase care ite.
c. Setelah dikubur lalu diberikannya tanda yang terbuat dari bambu, itulah adat kita.
17 a. Amal baik menatap dirinya.
b. Terus tebacean talkim. Yuhyiwayumiit wahuwadayullaguyadu bigaidillhaid wahuwaallakullisaiinkhodi. Langsung kene idik muk aku mate aran, ye mun taok dirik mate sik mayit no.
c. Kemudian dibacakan talkim. “Yuhyiwayumiit wahuwadayullaguyadu bigaidillhaid wahuwaallakullisaiinkhodir”. Barulah yang meninggal tahu dirinya meninggal setelah diacakan talkim.
18 a. Dengan amalnya sangat gembira.
b. Ye mukn dateng malaikat Mungkar wa Nangkair, niki sak betuges dalem kubur, ye mun arak bacean tanlkim niki,” faizazaakanmalakalanil wakanabinuka wahumamunkar wanangkir” (yak’n dateng due malaikat Mungkar wa Nangkir jok kamu). Terus jaukn sik malaikat sak due niki marak entan palu, pecut, dait rante lek nerake.
c. Datanglah malaikat Mungkar dan Nangkir yang bertugas dalam kubur seperti kalimat yang ada didalam talkim yang berbunyi, “Faizazaakanmalakalanil wakanabinuka wahumamunkar wanangkir” (akan datang dua malaikat kepamu yaitu Mungkar dan Nangkir). Yang dibawanya yaitu palu, cambuk dan rantai dari neraka yang digunakan untuk menyiksa kita.
19 a. Takutnya tidak lagi terkira dan tiada lagi bisa bicara.
b. Lamun dengan sak belek dose salak, Edekn wah ibadah lek bawon dunie niki, santer isik’n takut, ngijik-ngempeh sengak malikat Mungkar wa Nangkir niki jauk palu, pecut dait rante elek nerake.
c. Untuk orang yang besar dosa dan salahnya, tidak pernah beribadah di dunia sangat takut, karna melihat malikat Mungkar dan Nangkir membawa palu, cambuk dan rantai dari neraka.
20 a. Datangnya itu menanyai kamu, siapa tuhanmu.
b. Ye muk’n, dateng-dateng malaikat niki ye beketuan lek tiang pelungguh. Marabbuka wamanabiyuka (sai Nenek’m dait sai jari Nabi’m). unin beketuan malikat Mungkar wa Nangkir.
c. Datangnya malaikat ini adalah untuk bertanya kepadamu, “Marabbuka wamanabiyuka” (siapa Tuhanmu dan siapa Nabimu).
21 a. Jikalah salah sedikit jawabanmu, kepalamu dipalu.
b. Marabbuka (Sai Nenek’m) unin beketuan, kepeng unin bejawab, langsung ketebur unin terik palu niki jok otak sampek’n ketalet pituk haste.
c. Marabbuka (siapa Tuhanmu). Jika menjawab salah langsung dijatuhkan palu kekepalanya sampai tertanam hingga tujuh hasta.
22 a. Disitulah sangat siksa Tuhan, sebab didunia tiada pengetahuan Tuhan.
b. Yak te dait lile lek dalem kubur niki gih, engak ite tesiksa, sengak ite idup lek bawon dunia endek’n wah naok sak teraparan de side Allah SWT, mbe aran denagn ndek naok Allah SWT, selapuk perentah Allah SWT ndek tegawek yak tedait lile, sengsare, yak dait sikse dalem kubur.
c. Akan malu didalam kubur ini karna disiksa, karna kita hidup di atas dunia tidak pernah tahu yang namanya Allah SWT. Mana yang dinamakan orang yang tidak mengenal Allah SWT. semua perintah Allah tidak pernah dilakukan, maka akan menekan malu, sengsara karna disiksa dalam kubur.
23 a. Sakitnya tiada terperi seperti duduk diatasnya duri.
b. Sakit sak aran siksaan kubur niki tiada terperi unin, ndek taok berembe ntan teceritaan gih, tokol marak idap tokol lek atas dui, lamun ndek arak amal ibadah lek bawon dunie.
c. Sakitnya siksa dalam kubur tidak bisa diciritakan rasa sakitnya karna sangatlah sakit tiada berperi, kalau duduk ibarat duduk diatas duri kalau tidak ada amal ibadah didunia.
24 a. Dipukul dan dipalu sehari-hari barulah sadarkan diri.
b. Embe lain tepalu, embe lain tebokbok sejelo-jelo, ye taokn sadar marak pesen Nabi, hamzan qobla habsin (jaga sak lime sendek man dateng sak lime) salak sekek tebait hayataka qobla mautika (jagak idup sendekman mate).
c. Terus menerus disiksa didalam kubur, barulah menyadari perbuatan di dunia Rasulullah SAW bersabda: “Hamzan qobla habsin” (jaga lima perkara sebelum lima perkara). Saah satunya, “Hayataka qobla mautika” (jaga hidup sebelum mati)
25 a. Siksa itu daripada datang dari malikat khatibin, kiroman pula.
b. Wektu niki dateng malaikat jok tiang pelungguh, sak teparan malaikat Kiroman dait malaikat Katibin, malaikat Kiroman lek samping kanan, malaikat Katibin lek samping kiri, sak betuges tukang catet ruen amal ibadah pelungguh. Malaikat Kiraman sak catet amal kebaikan, malaikat Katibin catet amal sak lengek.
c. Pada saat itu datanglah dua malaikat yaitu malaikat Kiraman dan malikat Katibin yang mencatat amal kebaikan dan kejelekan.
26 a. Hendak perantara allahtaala menurunkan dosa dan pahala.
b. Ye niki sak gawek perentah de side Allah SWT, sak jauk amal ibadah pelungguh de pade, sai sak jauk pahale, sai sak jauk dose.
c. Kedua malaikat ini diperintahkan Allah SWT membawa catatan kebaikan dan keburukan kita.
27 a. Sekalian para dijelaskan dahulu segala dosa sama pahala.
b. Tebukaan niki ruen pahale, entanm sak besedekah kupi segelas.
c. Dibacakannya catatan amal kebaikan dan keburukan.
28 a. Disiksa dipalu terlu sangatnya dosanya badan terlalu lama.
b. Ampokn tesiksa ampokn tempuk, sengak ye belek dose salak.
c. Mengapa disiksa di dalam kubur sebab besarnya perbuatan dosa dan perbuatan salah.
29 a. Dai yang menyurat terlalu banyak sekalian dosa orang yang ingat.
b. Selpuk pegawean tecatet sik due malikat niki, walaupun ite lupak laguk mun malaikat selalu catet pegawean ite niki.
c. Mungkin kita lupa tapi bagi malaikat selalu mencatat perbuatan kita di dunia.
30 a. Yang tersurat yang lain ikut dicantumkan pula.
b. Dose pahale tecatet niki, mukn tegantung lek belong’t niki, berarti yak tepetanggungjawaban pegawean sak solah maupun sak salak, ye mun arak manik de side Allah SWT: “Pamaiyakmalmiskorazarratin harraiyarah wamaiyakmalmiska razarratin sarraiyarah” (sai-sai begawean solah sekecil zarrahpun yak terimak balesan dait sai juak begawean salak sekecil biji zarrahpun yak terimak balesan).
c. Digantungkanya catatan perbuatan di leher untuk mempertanggung jawabkan firman Allah: “Pamaiyakmal miskorazarratin harraiyarah wamaiyakmal miska razarratin sarraiyarah” (siapa bebuat kebaikan sekecil biji zarrahpun akan menerima balasan, dan siapa berbuat keburukan sekecil biji zarrah akan menrima balsan).
31 a. Nanti kan datang tiup angin sangkakala merasakan bumi langit dan segalanya.
b. Ite sak lek dalem kubur niki sambil sak ngantih jelo kiamat ato toupan angin sangkakala, ye mukn teparan kubur niki peristirahatan sak terakhir.
c. Kubur adalah tempat penantian datatangnya hari kiamat atau ditiupnya angin sangkakala.
32 a. Apabila kiamat sudahlah nyata dosa dan pahala disitulah raga.
b. Ye taokn sengitan embe sak berembe kebelek dose niki, ye taokn nyate niki dose ato pahale.
c. Dihari kiamat itu barulah keliatan nyata semua amal perbuatan selam ada di dunia.
33 a. Surga neraka adalah semata didunia dinakan tempat seketika.
b. Sorge, nerake niki yakh dait laguk piran tepete sorge nerake, waktun idup lek bawon dunie, ye base de side Nabi, addunni amazzrahatulahirah (dunie niki adalah bangket aherat).
c. Surga dan neraka kita cari ketika kita berada di dunia Rasullallah SAW bersabda: “Addunni amazzrahatulahirah” (dunia dalah sawahnya ahirat).
34 a. Ya sayang adik dan bapak disekian hari kesudah-sudahan.
b. Oh gamak Arik-arik, Kakak-kakak, Inak dait Amak semeton jari senamian unin, ye yak tedait lek jelo kiamat, ye ampok tepersiapan dirik mangkin masih idup niki, luek-liek beramal ibadah dendek antih didik toak-toak yak tepersiapan antih dirik mate. Waannalmautahak (mate niki mule tetu).
c. Saudara-saudara ini yang kita temukan dihari kiamat, maka berbuatlah kebaikan untuk mempersiapkan diri menghapi kematian, “Waannalmautahak” (mati itu memang benar atau pasti).
35 a. Hendaklah lupa kita mencari bekala persembahan kita kepada tuhan.
b. Ye ampok’t perlu jauk sangu yak’t kembali. Innalillahiwainnailaihirajiun (sengak side niki bersal lek de side Allah SWT muk yak tulak jok Allah SWT).
c. Amal ibadah kebaikan adalah bekal kita untuk menghadap tuhan yang kuasa, “Innalillahiwainnailaihirajiun” (datang dari Allah SWT maka kembali pada Allah SWT)
36 a. Jikalau kita hendaklah selamat.
b. Jari lamun mele selamet lek aherat niki gih.
c. Kalau mau selamat di ahirat.
37 a. Perbuatan kita hendaklah nikmat
b. Napi sak batil niki gih, endak campur aduk, “Walatalbisulhakkabillbatil” (jangan kau campur aduk antara yang hak dan batil).
c. Jangan kamu campur aduk antara yang baik dan yang buruk, “Walatalbisulhakkabillbatil” (jangan kau campur aduk antara yang baik dan yang buruk)
38 a. Berbuat ibadah hendaklah kiamat dunia kan habis, dunia kan kiamat.
b. Tesuruk tiang pelungguh niki pacu-pacu ibadah jok de side Allah SWT, sengak dunie niki wah hampir kiamat, conto niki wah jarang bale sak beraket te putek-putek selapuk berarti dinie niki wah toak, endek ape teusuruk pete dunie doang, tesuruk pete aherat. Nikmalliddunnia kaannakataisuabada wakmalliahiratika kaannakatamutugalib (tesuruk tuntut dunie niki seolah-olah idup selama-lamanya laguk dendek lupa tegawek aherat niki seolah-olah mate lemak kelemak).
c. Kita disuruh untuk rajin-rajin ibadah sebab dunia ini sudah hampir kiamat, bisa kilta lihat, contohnya dunia ini sudah semakin putih menandakan dunia sudah tua, maka segeralah jangan hanya mencari dunia saja tapi tuntutlah ahirat agar hasanah dunia dan ahirat firman Allah SWT: “Nikmalliddunnia kaannakataisuabada wakmalliahiratika kaannakatamutugalib” (tuntutlah dunia seolah-olah kamu hidup selama-lamanya, dan tuntutlah ahirat seolah-olah kamu akan mati esok).
39 a. Tatkala semua sudahlah nampak malikal maut datanglah serta.
b. Sengak lamun wah dateng jelo kimat niki, malikat maut endah dateng jok tiang pelungguh, sak teutus yak ngembot nyawe tiang pelungguh selapuk niki gih, endah arak due kiamat niki, arak kiamat sugro, arak kiamat kubro. Lamun kiamat sugro niki sak elek ite niki, base de side Nabi, mammakapakodkubro (lamun kiamat kubro amun wh dateng tiupan angin sangkakala).
c. Karna jika datang hari kiamat maka malaikat maut juga datang kepada kita semua untuk mencabut yawa. Kimat ada dua yaitu kimat sugro dan kiamat kubro, kiamat sugro yaitu yang terjadi pada diri kita dan kimat kubro Nabi bersabda: “Mammakapakodkubro” (datangnya kiamat adalah ketika datangnya angin sangkakala).
40 a. Matinya kita tidak diselamati kita semua rata.
b. Selpuk’an mahluk gumatak-gumitik, manusie niki selapuk’an tembot nyawe lek jelo kiamat niki. “Kullunafsin zdaikatilmaut” (selapuk sak bernapas beh mate).
c. Saat hari kiamat seluh mahkluk dicabut nyawanya firman Allah: “Kullunafsin zdaikatilmaut” (semua yang bernyawa akan mati)
41 a. Bumi dan langit habis binasa baru bisa kita merasa.
b. Gumi lamngit niki bih binase, beh ancur niki, endek arak kekel, hanya Allah SWT yang kuasa. “Laillahaillallh haiyunbak” (tidak ada Tuhan selain Allah SWT hanya dia yang kekal).
c. Bumi dan langit habis binasa, hancur tidak ada yang kekal kecuali allah swt, “Laillahaillallh haiyunbak” (tidak ada Tuhan selain Allah SWT hanya dia yang kekal).
42 a. Tertera tulisannya amal dan dosa menerimalah badan nikmat dan siksa.
b. Ye taok’n keruan sai beriman sai kafir, teterangan nasib awak tiang pelungguh, sai sak loek pegawean solah, sai sak loek pegawean maksiat, ye taok nyate lek jelo kiamat niki, ye tepertanggungjawaban dirirk mesak-mesak.
c. Disinilah baru nyata siapa beriman dan siapa yang kafir, saat diterangkan nasib badan, semua menjadi nyata saat semua dipertanggungjawabkan masing-masing.
43 a. Datanglah hari kiamat berhimpunlah segala umat.
b. Lek jelo kiamat niki ye ampok, tehimpun ato tekumpulan selapuk manik si side Allah SWT: “ Wakasarnahum palamnughatilminhum ahada” (yak tegeroh selapuk ne dait endek yak tinggalan sekek-sekek).
c. Pada hari kiamat ini dihimpunlah atau dikumpulkannya seluruh umat, Allah berfirman: “Wakasarnahumpalamnughatilminhum ahada” (kami halau meraka dan tak seorangpun kami tinggalkan diantara mereka).
44 a. Manusia beramal bermukmin memperoleh nikmat.
b. Laguk dengan mukmin ato sak beriman loek ibadah jok di side Allah SWT. Jelo lek atas otak mauk nikmat tekican seneng, sejuk lain lamun sak loek dose salak santer sikn panas lek padang mahsar niki.
c. Tapi bagi orang beriman kepada Allah SWT. Meskipun matahari diatas kepala mereka tetap merasa nikmat, senang tapi bagi yang bnhyak dosa akan mersa kepanasan.
45 a. Inilah salah satu cerita tanda kiamat diberinya nyata.
b. Ye ampokn tebicarak mangkin niki, embe sak teparan tande-tande kiamat, kenyataan tande-tande kiamat nike.
c. Yang dibicarakan ini adalah tanda-tanda kiamat.
46 a. Dengan kehendak tuhannya kita binasa sekalian alam semesta.
b. Lek jelo kiamat selapuk’an alam niki beh binase, hancur gunung-gunung meletus, bumi mengeluarakan isi perutnya unin, lindur luar biase, goncang dunie niki.
c. Bahwa pada hari kiamat ini semua alam habis binasa dan hancur.
47 a. Sudahnya dengan kehendak Allah, turulah dajal laknatullah.
b. Sak lain tande-tande kiamat niki, erak yak’n teturunan Dajal sik de side Allah SWT.
c. Yang lain dari tanda datangnya hari kiamat yaitu diturunkannya Dajal oleh Allah SWT.
48 a. Sekalian negri semua nyatalah, mukmin terbunuhpun banyaklah.
b. Lamun wah turun Dajal niki, selapukan mukmin beh sik tematek, dengan Islam niki bek tematek.
c. Semua orang mukmin dihabiskan dan dari selurut umat Islam.
49 a. Diturunkan pula Imam Mahdi.
b. Sewah merajlela Dajal niki, dinie niki beh kacau-balau isik ribut, ye ampok’n teturunan Imam Mahdi si de side Allah SWT sak ngelawan Dajal nike.
c. Dan sesudahnya kekacauan terdai dan dajal merajalela, barulah diturunkannya Imam Mahdi oleh Allah SWT untuk melawan Dajal
50 a. Menjadi raja berdasarkan negri yang tiada percaya.
b. Iman Mahdi sak jari pemimpin sak adil niki, ye sak mele amanan dunie sak ngelawan Dajal.
c. Imam Mahdi adalah seorang pemimpin yang adil, yang akan mengamankan dunia dan dia akan melawan Dajal.
Keterangan: (a) Pemace (pembaca) dalam bahasa melayu
(b) Pejangge (penterjemah) dalam bahasa sasak
(c) Terjemahan dalam bahasa indonesia
4.3 Analisis Data
Untuk mendapatkan pemahaman terhadap data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian, maka analisis dari tradisi Ngaji Kayat yaitu: sejarah perkembangan tradisi bekayat, analisi bentuk penyajian, analisis fungsi dan makna.
4.3.1 Sejarah perkembangan tradisi ngaji kayat
Seperti yang diketahui Ngaji Kayat yaitu suatu kegiatan seni membaca syair atau tembang dimana syair atau tembang ini berisi cerita tentang hikayat atau kisah-kisah kehidupan teladan para Nabi-Nabi dan Rasul yang dapat ditelani oleh umat manusia.
Tradisi Ngaji Kayat ini sudah dilaksanakan dari zaman dahulu dan tradisi ini terus berlanjut hingga sekarang. Adapun latar belakang lahirnya tradisi ini tidak terlepas dari masuk dan berkembangnya Islam di Pulau Lombok. Islam pada zaman dahulu sangatlah berbeda dengan Islam pada zaman sekarang. Islam pada zaman dahulu terkenal dengan sebutan Islam ”Wetu Telu”. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni Sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah Bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para Wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan Syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam Bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para Pemangku adat atau Kiyai saja.
Perkembangan Islam di Lombok ditandai dengan berubahnya Islam “Wetu Telu” ke Islam “Wetu Lime” yang disebarkan oleh para Muballiq yang datang dari pulau Sumatera bagian Selatan terutama dari daerah Palembang. Para Muballiq ini menyebarkan agama Islam masuk pertama kali ke Pulau Lombok dari arah Timur (Lombok Timur). Para Muballiq ini menyebarkan agama Islam dengan cara mengajar penduduk Lombok membaca dan menulis terutama huruf yang dikenal dengan sebutan Huruf Jawi. Pada awalnya oleh para Muballiq memperkenalkan Huruf Jawi (Arab Melayu) yang menggunakan “Baris “(Tanda Baca di atas / di bawah), kemudian selanjutnya diajarkan Huruf Jawi (Arab Melayu) tanpa “Baris” atau yang dikenal dengan Huruf Gundul. Untuk lebih memantapkan ajaran Islam, selanjutnya penduduk Lombok dibiasakan membaca kitab Melayu yang disesuaikan dengan Kitab Hikayat dan Syair Melayu. Dengan kemampuan dan semakin mantapnya pembacaan, penulisan Huruf Jawi (Arab Melayu), masyarakat Islam “Wetu Lime” semakin mencintai seni yang bernuansa Islam sebagai hasil perkembangan dakwah. Karena itu lama-kelamaan membaca Hikayat ini dijadikan suatu tradisi oleh masyarakat Islam hingga sekarang. Adapun proses Ngaji Kayat ini masuk ke Dusun Embung Duduk yaitu karena pada waktu itu Tokoh agama pertama atau orang yang paling dituakan dalam bidang agama (Tuan Guru) pernah mendapat didikan pondok pesantren yang mengajar akan ilmu menulis dan membaca huruf Arab Melayu ini. Tuan Guru pertama waktu itu pernah belajar di Kediri, kecamatan Kediri dan para Muballiq yang membawa agama Islam pertama kali datang melalui pelabuhan Ampenan. Jadi konteks Ngaji Kayat di Dusun Embung Duduk dan Kediri dapat dikatakan sama persis.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan penuturan tokoh Adat “Ngaji Kayat itu pertama kali ada sejak masuknya Islam ke Lombok, yang ketika itu kita masih banyak yang menganut Islam Wetu Telu, kemudian ada lagi para Wali yang membawa Islam dengan Ajaran Wetu Lime yang mengajarkan kita menulis dan membaca kitab Melayu. Kalau Ngaji Kayat masuk di Embug Duduk karena dahulu Tuan Guru pertama pernah belajar di Kediri dimana di Desa Kediri juga masih ada tardisi Ngaji Kayat ini” (H. Mahyudin, wawancara 16 Desember 2012).
Hal senada juga di ungkapkan oleh Tokoh Masyarakat “Ngaji Kayat ini ada sudah zaman dahulu sekali, sejak masuknya Islam ke Lombok ini. Ngaji Kayat ini dijadikan sebagai media dakwah yang ketika itu masih Wetu Telu”. Kata Ngaji Kayat diambil dari kata Hikayat yang artinya cerita. Ngaji Kayat ini berarti bercerita. Tapi isi cerita yang dibacakan adalah cerita-cerita Nabi dan Rasul yang ditulis dalam kitab Melayu. Tradisi ini pertama kali ada sejak datangnya agama Islam ke Pulau Lombok. Ngaji Kayat ini dipakai pertama kali untuk media dakwah atau siar agama Islam.
Seiring perkembangan zaman tradisi ini masih dilestarikan. tradisi ini dilakukan setiap memperingati hari tujuh bulanan yang mengandung, dilakukan juga pada saat memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang dan pada saat Aqiqah (cukur rambut) anak yang masih kecil.
Pembacaan Kayat ini menggunakan kitab-kitab Melayu. Ada dua jenis kitab yang digunakan yaitu Kitab Qispul Goibiyah yang merupakan kitab yang berisi tentang perjalanan hidup 25 Nabi dan ada juga kitab Nur Muhammad yang isinya menceritakan tentang perjalanan hidup Nabi
Muhammad dari mulai lahir hingga meninggal dunia. Pembacaan kitab ini tergantung dari yang punya acara atau hajatan.
Ngaji Kayat itu pertama kali ada sejak masuknya Islam ke Lombok, yang ketika itu kita masih banyak yang menganut Islam Wetu Telu, kemudian ada lagi para Wali yang membawa Islam dengan Ajaran Wetu Lime yang mengajarkan kita menulis dan membaca kitab Melayu. Ngaji Kayat ini kan bercerita namun ceritanya bukan cerita sembarangan, isi ceritanya tentag Nabi dan Rasul dengan menggunakan kitab bertuliskan huruf Melayu. “Ngaji Kayat ini diadakan pada saat memperingati hari tujuh bulanan Kediri yang mengandung, dilakukan juga pada saat memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang dan pada saat Aqiqah (cukur rambut) anak yang masih kecil” (Heri, wawancara, 18 Desember 2012).
4.3.2 Bentuk penyajian ngaji kayat
Dari pengamatan yang dilakukan, peneliti dapat menentukan beberapa bentuk penyajian yang berhubungan dengan pelaksanaan Ngaji Kayat yaitu
4.3.2.1 Peralatan yang digunakan dalam ngaji kayat
Peralatan yang digunakan dalam Ngaji Kayat ini yaitu beberapa jenis kitab seperti (a) Kitab Qispul Goibiyah yaitu yang berisi perjalanan hidup Nabi-nabi. Kitab ini banyak bagiannya yaitu misalnya bagian kisah hidup Nabi Nuh As yang ketika itu sedang berlayar menggunakan perahunya, hal ini dipercaya bahwa orang yang sudah meninggal hingga sampai menuju surga sedang berlayar layaknya mengendarai perahu. Kitab pada bagian ini dibacakan ketika memperingati sembilan hari orang yang meninggal dunia (Belayaran) atau yang disebut Ngaji Kayat Qispul Goibiyah. Banyak lagi bagian sejarah Nabi yang ditulis dalam kitab ini tapi ketika membacanya disesuaikan dengan hajatan atau acara dan (b) Kitab Nur Muhammad yaitu berisi perjalanan hidup nabi Muhammad SAW saja yang terdiri dari tiga bagian yaitu sejarah kelahiran Nabi, Mukjizat Nabi dan pengangkatan Nabi hingga meninggal dunia. Kitab ini dibaca ketika memperingati hari-hari besar umat Islam seperti Maulid Nabi dan Isra’mi’raj.
Seperti yang di ungkapkan tokoh adat, beliau mengatakan ”Peralatan yang digunakan dalam Ngaji Kayat ini adalah kitab. Ada dua jenis kitab yang digunakan yaitu Kitab Qispul Goibiyah, dan kitab Nur Muhammad. Selain kitab yang digunakan sebagai peralatan untuk Ngaji Kayat adalah pengeras suara tetapi jika ada, jika tidak ada juga tidak apa-apa” (H. Mahyudin, wawancara 16 Desember 2012).
4.3.2.2 Penyajian ngaji kayat
Penyajian Ngaji Kayat dalam pelaksanaannya pembacaan Kayat ini tidak dilakukan dengan sendiri-sendiri tetapi secara berkelompok dengan mengumpulkan masyarakat mulai dari remaja dan orang tua dengan terlebih dahulu mengadakan pemberitahuan atau dalam Bahasa Sasak dikenal dengan istilah “Pesilaq”, baik melalui pengeras suara maupun melalui informasi langsung datang ke rumah masing-masing orang. Hal ini menunjukkan bahwasanya apa yang dilakukan itu selalu dengan kebersamaan bahwa satu atau dua orang tidak bisa melakukannya. Tema masing-masing Ngaji Kayat yang dituturkan di atas sesuai dengan jenis peristiwa atau acara yang terjadi. Sebelum penuturan Ngaji Kayat terlebih dahulu tukang Ngaji Kayat di undang beberapa hari sebelumnya. tukang Ngaji Kayat menanyakan acara apa yang dilaksanakan oleh pengundang, maksudnya agar dapat mempersiapkan materi Ngaji Kayat yang akan disampaikan, dan disesuaikan dengan yang akan direncanakan.
Adapun tahapan dari pelaksanaan Ngaji Kayat itu sendiri yaitu Ngaji Kayat ini dilakukan setelah acara atau hajatan selesai di gelar. Jadi Ngaji Kayat ini merupakan puncak akhir acara dari hajatan itu. Jika hendak mengadakan sembilan hari meninggalnya seseorang maka Ngaji Kayat ini di gelar setelah acara inti dari peringatan acara dan dilakukan pada malam hari.
4.3.2.3 Tahapan penyajian ngaji kayat
Adapun tahap-tahap penyajian dari pembacaan Ngaji Kayat ini sebagai acara puncaknya adalah
1) Zikir yang disertai do’a
Sebelum Naji Kayat dibaca terlebih dahulu dengan membaca zikir dan berdoa.
- Subhanallah (Maha suci Allah)
- Alhamdulillah (Puji sukur atas nikmat)
- Allahhuakbar (Allah maha besar)
- Lailahaillallah (Tiada Tuhan selain Allah)
Zikir ini dilakukan masing-masing sebayak 33 kali, Isi zikir itu sebagai pembuka dan tanda untuk mendekatkan diri kepada yang maha kuasa sebagai pemberi rahmat, karena Allah satu-satunya yang patut untuk dipuja dan manusia hanya sebagai pengabdi kepadanya.
2) Membaca sholawat
Sholawat yang bunyinya “Allahumasallialasayidina muhammad walaalihisayidina muhammad" (Ya Allah muliakanlah olehMu akan Muhammad dan mulilaknlah keluarganya). Dibaca sebagai perintah agar mencintai Rasul, karena dialah satu-satunya sebagai utusan dari Allah SWT yang patut untuk disyafaat. Sholawat ini juga sebagai ungkapan untuk mencintai Rasul sebelum membaca Kayat.
3) Membaca surat Al-Fatihah
Surat Al-Fatihah adalah merupakan salah satu surat dalam Al-quran. Berikiut adalah bunyi surat al-fatiahah tersebut “Bismillahirrahma nirrahim, alhamdulillah hirabbilalamin, arrahman nirrahim, malikiyaumiddin, iyakanakbudu waiyakanastain, ihdinasiratalmustaqim, siratalladzi naananmtaalaihim goirilmagdhu bialaihim waladdhollin amin” (Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, maha pemurah lagi maha penyayang, yang menguasai di hari pembalasan, hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan, tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Alasan dibaca surat Al-Fatihah terlebih dahulu sebelum baca Kayat karena surat Al-Fatihah ini sebagai induk dari semua surat yang ada dalam Al-qur’an yang makna-maknanya melingkupi semua surat-surat dalam Al-Qur’an.
4) Membaca rauhul
Rauhul ini adalah sebagai pembuka dimulai membaca Kayat, berikut adalah Rauhul yang dibaca “Abbabulawwalun pihulqirruhilakzami wahuanurusaidina wanabiyuna muhammadun alaihisollatuassalam” (Bermula bab yang pertama pada menyatakan kejadian Rauhul Akzam yaitu Nur penghulu kita nabi Muhammad Salallahhualihiwasallam)”. (berawal dari bab yang pertama yaitu menceritakan kejadian cahaya pendahulu kita yaitu Nabi Muhammad Saw). Rauhul ini adalah bacaan yang berisi tentang isi kisah-kisah yang semuanya menceritakan tentang Nabi-Nabi dan Rasul untuk mengingatnya kembali.
5) Mulai membaca kayat
Setelah semua yang disebutkan diatas, barulah dimulai membaca Kayat sebagai acara yang dianggap puncak dari apa yang akan dilakukan. Dalam acara pembacaan Kayat ini tidak lepas dengan disediakannya makanan dan minuman yang dianggap sebagai sedekah atas apa yang sudah mereka lakukan.
Seperti yang di ungkapkan Ustad Heri, beliau mengatakan “Sebelum memulai membaca Kayat, terlebih dahulu pembaca hikayat berzikir dan berdoa, membaca Tahmid, Tahlil dan ayat-ayat Al-Qur’an. Alasannya sebagai pembuka dan tanda untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kemudian yang kedua membaca Sholawat Nabi dan Rasul, yang ketiga pembaca hikayat membaca isi singkat cerita (Rauhul) dan pembaca hikayat mulai membaca Kayat hingga selesai dan ditutup dengan membaca do’a keselamatan bagi semua umat manusia” (wawancara 18 Desember 2012).
Sama seperti pernyataan tokoh masyarakat di atas, tokoh agama juga mengatakan “Saq endeqman mulai ngaji kayat, saq perlu te bace juluq no pade bezikir juluq, engkah ne bezikir te lanjut siq bace Solawat joq baginda Nabi Muhammad, baruq saq engkahan no ngelanjut siq te bace rahul, baruq mulai bace Kayat jangke tutuq isi kitab no. engkah bace berdo’a maliq aden pade tebeng selamet” (Sebelum mulai membaca Kayat, yang perlu dibaca terlebih dahulu adalah berzikir, setelah berzikir kita harus membaca Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW) (Mursid, wawancara 20 Desember 2012).
4.3.3 Analisis fungsi dan makna ngaji kayat
Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, dapat ditentukan fungsi dan makna yang berhubungan dengan pelaksanaan Ngaji Kayat yaitu
4.3.3.1 Kepercayaan
Pelaksanaan Ngaji Kayat ini memiliki fungsi-fungsi khususnya dari segi kepercayaan. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh agama “Fungsi kepercayaan yaitu “jari alat aden ite jari deket kance Allah saq paling tinggi, sekaligus aden ite selapuq nurut perintah Allah. Ite kan pade percaye mun ite rajin nurut perintah Allah, Allah endah deket kance ite pade” (Jadi alat untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekaligus untuk selalu menjalankan perintah Allah. Kita percaya jika kita selalu mendekatkan diri kepada Allah maka Allah akan selalu melindungi kita dari segala macam bahaya baik itu di dunia maupun di akhirat) (Mursid, wawancara 20 Desember 2012).
Seperti yang disampaikan tokoh agama di atas bahwa fungsi Ngaji Kayat di lihat dari sudut pandang kepercayaan adalah sebagai media bagi manusia untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berharap akan mendapat perlindungan sekaligus keselamatan dari Allah SWT. Ungkapan tokoh agama diatas sesui dengan kalimat berikut “Akan malu didalam kubur ini, sebab disiksa, sebab kita hidup di atas dunia tidak pernah tau yang namanya Allah SWT. Mana yang dinamakan orang yang tidak mengenal Allah SWT semua perintah Allah tidak pernah dilakukan, maka akan menekan malu, sengsara karna disiksa dalam kubur” (Qispul Goibiyah: 22).
Kalimat diatas menunjukkan keyakinan adanya sang pencipta dan mempercayai bahwa segala perbuatan baik dan buruk di dunia akan mendapat balasan.
Ngaji Kayat ini dilaksanakan saat memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang, makna yang terkandung di dalamnya tergantung dari upacara yang dilaksanakan. Jika Ngaji Kayat diadakan pada upacara peringatan sembilan hari meninggalnya seseorang (Nyiwaq) maka maknanya yaitu dipercaya arwahnya akan tenang dan dipercaya dapat menyelamatkan orang tersebut dari api neraka dan cepat menuju surga. Seperti yang di ungkapkan oleh masyarkat berikut ”Makna Ngaji Kayat ini jika diperuntukkan untuk orang yang sudah meninggal maka nantinya dapat dipercaya memberikan keselamatan dari api neraka, diberikan ketenangan dalam “berlayar” atau ke alam Barzah sehingga cepat sampai surga” (Heri, wawancara 18 Desember 2012).
Ungkapan diatas sesui dengan kalimat berikut “Disinilah baru nyata siapa beriman dan siapa yang kafir, saat diterangkan nasib badan, semua menjadi nyata saat semua dipertanggungjawabkan masing-masing” (Qispul Goibiyah: 42). Dan “Pada hari kiamat ini dihimpunlah atau dikumpulkannya seluruh umat, Allah berfirman “Wakasarna humpalam nughatil minhum ahada” (Kami halau meraka dan tak seorangpun kami tinggalkan diantara mereka)” (Qispul Goibiyah: 43).
Kalimat diatas menunjukkan keyakinan bahwa setelah meninggal akan menuju alam penantian atau alam Barzah, dan menyakini di alam Barzah adalah tempat dipertimbangkannya perbuatan baik dan buruk.
Hal senada juga di ungkapkan oleh tokoh agama, beliau mengatakan “Aden saq selamet manusia leq dunia kance akhirat. mun dengan mate agen saq lurus perjalanan menuju alam Barzah” (Supaya selamat manusia di dunia dan akhirat. kalau orang yang meninggal biar lancar perjalanannya sampai alam Barzah) (Mursid, wawancara 20 Desember 2012).
4.3.3.2 Sosial
Fungsi dan peranan sosial dari Ngaji Kayat ini adalah sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama umat muslim. Ngaji Kayat mengutamakan keteraturan dalam masyarakat, sebab Ngaji Kayat ini dilakukan dengan pedoman-pedoman dalam kebudayaan, sedangkan fungsi kebudayaan adalah sebagai pegangan bagi mewujudkan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat (Dyson dkk. 1980: 31).
Ungkapkan tokoh masyarakat tentang fungsi Ngaji Kayat dari segi sosial, beliau mengatakan “Fungsi sosial dari Ngaji Kayat ini yaitu untuk menjaga hubungan silaturahmi agar tetap terjalin antar masyarakat, antar sesama karena Ngaji Kayat ini merupakan simbol kekerabatan dan tolong-menolong” (Heri, wawancara 18 Desember 2012).
Makna sosial dari pelaksanaan Ngaji Kayat bisa dilihat dari ungkapan tersebut. Sesui dengan cara pelaksanaan Ngaji Kayat yaitu dengan mengundang (pesilak). Ini menunjukan bahwa Ngaji Kayat tidak bisa dilakukan sendiri. Maknanya bahwa sebagai mahluk sosial kita harus tolong menlong.
4.3.3.3 Budaya
Fungsi budaya dari Ngaji Kayat ini yaitu sebagai pelestarian budaya-budaya Islam yang masih banyak dan perlu untuk dilestarikan sebagai kebudayaan daerah, sehingga nantinya dapat terwujud kebudayaan nasional yang merupakan kebanggaan bangsa Indonesia. Hal ini berlandaskan pada BAB XIII pasal 32 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Ungkapkan tokoh adat tentang fungsi Ngaji Kayat dari segi budaya, beliau mengatakan “Fungsi Ngaji Kayat dari segi budaya adalah memperkenalkan tadisi ini kepada lembaga pemerintah dan kepada masyarakat yang tidak tahu tentang tradisi Ngaji Kayat, karena di Lombok Tengah sudah jarang ada kegiatan Ngaji Kayat ini (H. Mahyudin, wawancara 20 Desember 2012).
Kemudian makna kebuyaan dari pelaksnaan Ngaji Kayat ini yaitu Ngaji Kayat bertujuan melestarikan adat budaya masyarakat yang sudah turun temurun dilakukan dan masih dipertahankan sampai sekarang oleh masyarakat Dusun Embung Duduk.
4.3.3.4 Pendidikan
Fungsi Ngaji Kayat dari segi pendidikan merupakan media untuk belajar dan menteladani kisah hidup seseorang. Cerita tentang Tokoh Nabi dan Rasul yang diceritakan dapat dijadikan panutan bagi semua manusia untuk berprilaku seperti Nabi dan Rasul, sehingga perbuatan-perbuatannya dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, Ngaji Kayat ini dapat dijadikan sebagai pengingat prilaku para Nabi dan Rasul, menjadi contoh bagi manusia. Seperti yang diungkapkan tokoh masyarakat, beliau mengatakan “Fungsi Ngaji Kayat dari segi Pendidikan yaitu agar dijadikan contoh untuk mengikuti perbuatan-perbuatan baik Nabi yang patut diteladani oleh semua umatnya. Sedangkan fungsi Ngaji Kayat dijadikan hiburan atau pelipur lara yaitu sebagai penyejuk hati bagi yang melantunkan sekaligus mendengarkan alunan merdu dari Ngaji Kayat ini” (Heri, wawancara 18 Desember 2012).
Ungkapan tokoh adat diatas sesui dengan kalimat berikut “Kita disuruh untuk rajin-rajin ibadah sebab dunia ini sudah hampir kiamat, bisa kilta lihat, contohnya dunia ini sudah semakin putih menandakan dunia sudah tua, maka segeralah jangan hanya mencari dunia saja tapi tuntutlah ahirat agar hasanah dunia dan ahirat firman Allah SWT “Nikmal liddunnia kaannaka taisuabada wakmal liahiratika kaannakata mutugalib” (Tuntutlah dunia seolah-olah kamu hidup selama-lamanya, dan tuntutlah ahirat seolah-olah kamu akan mati esok)” (Qispul Goibiyah: 38). Kalimat tersebut menunjukkan kita bahwa untuk memperoleh dunia dan ahirat harus dengan ilmu.
Hal senada juga di ungkapkan oleh tokoh agama, beliau mengatakan “Fungsi Ngaji Kayat jari siq berajah ilmu Nabi, aden ite pade nurut semanget (Nabi) saq berjuang leq jalan Allah, aden ite pade milu nurut saq siq gaweq Nabi zaman laeq, nane ite tinggal amalan doang ajaran pare Nabi no” (Fungsi dari Ngaji Kayat ini yaitu kita di ajarkan ilmu Nabi, supaya kita mengikuti semangat Nabi yang berjuang di jalan Allah. Supaya kita mengikuti perbuatan Nabi zaman dulu, tinggal sekarang bagaimana kita mengamalkan ajarannya) (Mursid, wawancara 20 Desember 2012).
4.3.3.5 Hiburan
Sedangkan fungsi Ngaji Kayat dari segi hiburan yaitu hanya sebagai pelipur lara, karena Ngaji Kayat ini yaitu bercerita dengan bersyair atau nembang Melayu. Jadi lantunan-lantunan syair dan lagunya dapat menghibur hati orang yang melakukan sekaligus yang mendengarkan.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tradisi Ngaji Kayat merupakan tradisi yang turun temurun dari nenek moyang masyarakat Dusun Embung Duduk. Agama Islam dibawa oleh para Wali dan diteruskan oleh para Muballiq yang berasal dari Palembang, dimana para Muballiq itulah yang mengajarkan penduduk Lombok membaca dan menulis Huruf Jawi (Arab Melayu) yang dijadikan Kitab Ngaji Kayat oleh masyarakat Sasak.
2. Gambaran penyajian Ngaji Kayat ini dimulai terlebih dahulu yaitu: dimulai dengan pembacaan zikir dan do’a, kemudian membaca Sholawat, yang ketiga membaca surat Al-Fatihah, kemudian pembaca Rauhul dan mulai membaca Kayat.
3. Fungsi dan makna Ngaji Kayat yaitu: kepercayaan, sosial, budaya, pendidikan dan hiburan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi tokoh-tokoh non formal dalam hal ini tokoh adat Dusun Embung Duduk agar selalu saling memacu dalam melestarikan tradisi Ngaji Kayat pada khususnya dan budaya-budaya lokal pada umumnya sepanjang budaya-budaya lokal tersebut memiliki kontribusi yang baik bagi masyarakat Sasak khususnya masyarakat Dusun Embung Duduk karena tradisi Ngaji Kayat ini merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh Masyarakat Dusun Embung Duduk pada khususnya dan Sasak pada umumnya yang berfungsi sebagai wadah dalam mendidik generasi muda Sasak agar lebih peka terhadap pelestarian budaya lokal.
2. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian lanjutan dengan lebih mendalam sehingga nantinya bisa memacu kmasyarakat untuk mengetahui tentang budaya-budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang sehingga masyarakat tergerak untuk mempertahankan dan melestarikan budaya lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar